
HASRAT BUAS PERSPEKTIF BIAS: Sima Maesa dan Rampog Macan di Yogyakarta Abad ke-19
Pra Pesan sampai 3 Juli 2025
RP. 85.000 70.000
Penulis: Dihan Amiluhur
Pengantar: Peter Carey
ISBN: 978-634-04-0116-5
Dimensi: 14 x 21 cm
Cetakan pertama, Mei 2025
Jumlah halaman: xxi + 102 hlm
Tradisi adu binatang di Jawa pada masa Kasultanan Mataram Islam, yaitu sima maesa dan rampog macan adalah dua tradisi
yang saling berkaitan. Sima maesa adalah pertarungan antara sima (harimau) melawan maesa (kerbau) yang diselenggarakan dalam sebuah arena di alun-alun; sedangkan rampog macan adalah tradisi untuk menombak harimau beramai-ramai. Keduanya kerap diadakan beriringan, meski juga tidak menutup kemungkinan dijalankan terpisah.
Kedua tradisi ini kerap dilaksanakan pada hari-hari besar kerajaan dan hari raya umat Islam seperti Idul fitri; juga dipertontonkan untuk menghibur tamu-tamu agung dari pemerintahan kolonial baik Hindia Belanda maupun Inggris. Pasca perjanjian Giyanti yang menyebabkan pecahnya Mataram Islam menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, sima maesa dan rampog macan tetap dipertahankan di kedua wilayah tersebut. Pada awal abad ke-19, di Kasultanan Yogyakarta mulai muncul simbolisme yang menggambarkan kerbau sebagai masyarakat Jawa dan harimau sebagai landa (Belanda) atau orang-orang Eropa.
Buku ini akan membahas mengenai bagaimana tradisi sima maesa dan rampog macan berada dalam kontestasi politik antara kekuasaan feodal Kerajaan Mataram Islam dan pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada abad ke-19. Buku ini juga melakukan telaah mengenai bagaimana dua kekuasaan besar di Jawa yaitu Pemerintah Kolonial dan Kasultanan Yogyakarta menyikapi kedua tradisi tersebut yang menyebabkan perubahan pada sosio-kultural, ekonomi-politik, dan ekologis di tanah Jawa.